Postingan

Menampilkan postingan dari 2007

Membuka Ruang Partisipasi Masyarakat

Barangkali benar apa yang dikatakan oleh Thomas L. Frideman dalam bukunya The World Is Flat , dunia sekarang ini tidak lagi bulat tapi sudah datar, orang India bisa bekerja untuk perusahaan Amerika, tidak perlu pindah ke Amerika, cukup di India, bahkan di rumahnya sendiri, dan kemajuan teknologi yang membuat dunia ini datar, semua bisa berkomunikasi dan mengakses data dengan cepat, tidak terbatas oleh waktu dan ruang. Kemajuan teknologi informasi ini sudah dimanfaatkan betul oleh sebagian masyarakat, namun sepertinya belum bisa dimaksimalkan oleh instansi pemerintahan di Banten, untuk mendobrak kekakuan birokrasi, tak heran bila hanya untuk pertanyaan kecil saja bagaimana kita membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) harus bertanya pada tetangga yang tahu, atau melangkahkan kaki ke kelurahan. Sementara itu, kita masih kebingungan kemana mencari data tentang lahan kritis di Banten?Jumlah sekolah?Angka buta aksara, dan lain-lain, dimana kita bisa mendiskusikan bagaiman

Sekolah Kami Kembali Roboh

Lagi-lagi sekolah roboh, beberapa waktu lalu terjadi pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Harapan Karya, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang. Sebelumnya, empat ruang kelas milik SDN Bendungan, Desa Pudar, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang roboh (31/7), kalau harus didaftar, maka berderet-deretlah kasus robohnya sekolah di Banten. Menanggapi robohnya SDN 3 Harapan Karya, Ketua DPRD Pandeglang, HM Acang, menuduh robohnya sekolah, akibat adanya ketidakberesan, atau kecurangan dalam penentuan skala prioritas pembangunan gedung sekolah (Radar Banten/24/11/10). Terkait ketidakberesan dalam menentukan skala prioritas pembangunan sekolah, masih dari berita Radar Banten (24/11/10), Enjat Sudirjat anggota DPRD Pandeglang, mengaku mempunyai pengalaman, ketika mengajukan rehab SD yang sangat rusak, namun yang dibangun SD yang kondisinya masih baik, menurut informasi yang didapat oleh Enjat, karena kurangnya pendekatan materi pada pejabat dinas pendidikan. Kalau benar, Ironis memang, bila in

Biar Tidak Menjadi Kota Sakit

Sebentar lagi, Kota Serang akan terwujud. Seperti sudah diketahui sebelumnya tujuan pembentukan Kota Serang, diantaranya selain karena amanat undang-undang pembentukan Provinsi Banten, juga dimaksudkan untuk lebih meningkatkan dan mendekatkan pelayanan pada masyarakatnya. Singkatnya, tidak yang lebih utama pembentukan Kota Serang itu sendiri, selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Masyarakat sejahtera tentu saja tidak sekedar indah untuk dikatakan, tapi perlu kerja keras untuk mewujudkannya. Tantangan Kota Serang pun semakin hari semakin berat, pasalnya kota Serang lambat laun semakin menjelma menjadi sebuah Kota yang makin kompleks, indikasinya perumahan-perumahan bermunculan, jalanan semakin macet. Sebuah Kota tentu saja harus ditata dan dirancang sedemikian rupa, sehingga Kota itu akan menjelma menjadi Kota idaman, tidak seperti Kota-kota pada umumnya di Indonesia. Bagaimana sebuah Kota di Indonesia menjelma menjadi sebuah pusat pemerintahan, industri dan jasa yang

Darah Biru Dalam Tubuh KNPI

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Banten, sedang menyiapkan agenda besar menyelenggarakan Musyawarah Provinsi (Musrop) memilih pemimpin, kabarnya akan digelar November mendatang. Bisa jadi, kalau saja Iman Ariyadi masih berambisi menjadi Ketua Umum, dia bisa terpilih kembali, pasalnya siapa yang bisa menandingi popularitas anak Wali Kota Cilegon tersebut? persoalannya apakah dia mau dicalonkan kembali, atau tidak? Sejumlah orang pun sudah mengetahui, beberapa calon yang sekarang berminat menjadi Ketua, bukan hanya sibuk menebar simpati ke bawah, juga minta restu pada Iman Ariyadi, begitulah daya magis Iman Ariyadi dalam tubuh KNPI Banten. “Kalau Kang Iman yang saya tahu siapa pun yang datang padanya, dia tidak melarang untuk mencalonkan diri menjadi Ketua, dan itu sering diterjemahkan sebagai bentuk dukungan oleh para calon,” kata salah seorang aktivis KNPI yang dinilai dekat dengan Iman Ariyadi, ketika kami bertemu di Rumah Iman Aryadi, suatu malam pada bulan Ramadhan yang lalu.

Mental Pengemis

Hampir setiap sore menjelang buka puasa, pada Ramadhan yang baru saja lewat, ketika nongkrong di depan warnet yang ada di Ciceri-Serang, saya sering didatangi rombongan anak-anak bisa perempuan bisa laki-laki, dengan usia antara 5-12 tahunan, satu rombongan bisa 5-10 orang, lalu dengan tangan menengadah, “Sedekahnya, Pak,” kata mereka, dengan wajah memelas. Saya lihat; Pakaiannya tidak lusuh, tapi terkesan dilusuh-lusuhkan, wajahnya tidak kotor, tapi terkesan dikotor-kotorkan, segar bugar wal’afiat. Hati bimbang, tidak memberi takut kualat, memberi ragu pantaskah mereka diberi? Saya teringat pada pengemis, yang biasanya kumpul di pasar lama, sekitar pukul 20.00. Sebelum pulang ke tempat asalnya, sebagian ada yang duduk sambil merokok, sebagian makan nasi bungkus, sebagian lagi berjalan membeli oleh-oleh, dalam plastik hitam beberapa saya lihat; Supermi, Ikan kaleng, beras, roti, sampai es krim. Kemudian, setelah semua kumpul dengan angkutan kota, mereka pulang bersama-sama, ke tempat a

Menyemai Bibit Spritualitas Dalam Kepemimpinan

Sejumlah calon Kepala Daerah di Kabupaten Tangerang sepertinya sudah ‘menghambur-hamburkan’ dana untuk menggolkan keinginannya menjadi pemimpin, dari mulai memberikan bantuan untuk menarik simpati masyarakat, dana untuk mendapatkan ‘perahu’ dari partai politik, sampai pasang spanduk, baligo, iklan di media massa. Setelah Tangerang, masih menunggu Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kota Cilegon, dan Kota Tangerang, dan sudah bisa dipastikan uang pun berhamburan, apapun alasannya, sebuah realitas untuk menjadi pemimpin kepala daerah, akan jadi apakah kualitas pemimpin seperti itu?Bila uang yang lebih berbicara, ini jelas harus harus dihentikan, sebelum semuanya menjadi kebablasan, dan tanpa kendali. Coba dihitung-dihitung, tentu tak kurang dari puluhan miliar dikelurkan oleh salah seorang calon. Berapa banyaknya uang satu miliar tersebut?Saya sendiri belum pernah memegang, sekedar memegang uang sebanyak itu pun. Lalu, yang menjadi persoalan begitu besar pengeluaran mereka hanya untuk menjadi