Meningkatkan Kualitas Pendidikan Pasca Covid 19

 Sejak maret 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengeluarkan keputusan Belajar Dari Rumah (BDR) untuk mencegah penyebaran covid 19. Setelah praktek BDR terdapat beberapa permasalahan yang membuat pembelajaran kurang berjalan optimal. Permasalahan yang terjadi akibat pencegahan covid 19, setidaknya sering dilihat dari tiga komponen yaitu: peserta didik, guru dan orang tua.

Peserta didik. Banyak peserta didik yang kesulitan mengakses pembelajaran karena tidak memiliki handphone dan atau memiliki handphone namun sering tak punya kuota, atau punya handphone dan kuota namun akses sinyal tidak ada. Banyak peserta didik mengeluhkan karena proses pembelajaran identik dengan tugas. Tak sedikit peserta didik yang menganggap belajar dari rumah, dianggap sama dengan libur.    

Guru. Banyak guru yang mengalami kesulitan dalam mengelola kelas jauh. Kesulitan untuk mengembangkan bahan ajar karena harus menyesuaikan dengan sarana dan prasana penunjang belajar yang dimiliki peserta didik, dan kesulitan karena keterbatasan mengembangkan proses pembelajaran yang inovatif. Kesulitan-kesulitan guru tersebut, seringkali tidak terlepas dari kemampuan guru dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi pembelajaran.

Orang tua. Banyak orang tua yang mengalami kesulitan mendampingi anak-anak mereka belajar di rumah, karena kesibukan orang tua bekerja dan kalau pun ibu atau ayah atau keduanya ada di rumah karena sama-sama harus bekerja dari rumah atau sedang tak ada pekerjaan, tetap saja sebagian besar orang tua kesulitan mendampingi anak-anak mereka belajar, karena selama ini ada anggapan bahwa yang dinamakan belajar, berlangsung di sekolah.   

Sebelum datang wabah covid 19, berdasarkan Neraca Pendidikan Daerah (NPD) 2019 kondisi pendidikan yang menjadi kewenangan Provinsi Banten antara lain: guru SMA/SMK di Banten sudah sarjana (97,9% dan 94,6%) namun guru yang bersertifikasi masih rendah (42,8% dan 25,9%). Guru kurang merata. Banyak sekolah yang kekurangan guru. Ratusan guru akan memasuki masa pensiun. Banyak siswa yang mengulang dan putus sekolah. APK dan APM (62,02 dan 84,23) masih harus ditingkatkan kembali.

Sebelumnya, Gubernur dan wakil Gubernur Provinsi Banten dalam visi-misinya telah menetapkan arah kebijakan pembangunan pendidikan sebagai strategi untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik, dengan Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan berkualitas. Dalam RPJMD disebutkan tujuan pendidikan adalah terwujudnya akses dan kualitas pendidikan menuju kualitas sumber daya manusia yang berakhlakul karimah dan berdaya saing.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan, tulisan ini mencoba akan membahas bagaimana kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah provinsi Banten, untuk meningkatkan kualitas pendidikan pasca covid 19.

Kebijakan adalah strategi menetapkan tujuan dan prioritas utama yang akan dicapai oleh pemerintah, untuk mencari solusi atas suatu masalah pendidikan. Agar kebijakan efektif, didasarkan pada landasan yang kuat, layak secara politis, realistis secara finansial, dan mendapat persetujuan berbagai pemangku kepentingan (UNESCO, 2013).

Ruang lingkup kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pasca covid 19, sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi Banten, untuk mengelola sekolah menengah SMA/SMK dan dalam pembahasan tulisan ini dibatasi untuk SMA. Lebih dalam lagi cakupan kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang meliputi bagaimana Pemerintah Provinsi Banten mengembangkan kurikulum, bagaimana mengembangkan sarana dan prasarana pembelajaran pasca covid 19, bagaimana mengembangkan kualitas guru, dan bagaimana Pemerintah Provinsi Banten, bekerjasama dengan berbagai pihak seperti LSM, Perguruan Tinggi, Organsisasi dan Kelompok atau Komunitas Guru, untuk meningkatan kualitas pendidikan.    

Kurikulum Pasca Covid 19

Pademi covid 19, bukan hanya berdampak kepada bidang kesehatan, juga ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Semua perubahan yang terjadi pada akhirnya harus menjadi dasar dalam usaha kita mempersiapkan peserta didik, untuk memiliki kemampuan, keterampilan dan kecakapan hidup pasca covid 19.

Kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta pendekatan yang digunakan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan, harus ditata ulang kembali, atau paling tidak disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dimana setelah covid 19 menyerbu; tingkat pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat, penggunaan teknologi informasi dalam kehidupan dan pekerjaan meningkat.

Pemerintah mengeluarkan kurikulum darurat, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020, dimana satuan pendidikan dalam kondisi khusus, seperti kasus covid 19, sekolah dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Satuan pendidikan dalam kondisi khusus dalam pelaksanaan dapat 1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional; 2) menggunakan kurikulum darurat; atau 3) melakukan penyederhanaan kurikulum mandiri (SE Nomor 4 Tahun 2020).

Kurikulum darurat yang dimaksud merupakan penyederhanaan kurikulum nasional, dengan melakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.

Sejak dilaksanakannya Undang-Undang Pemerintah Daerah (UUPD) No. 23/2014, urusan pendidikan menengah dalam hal ini SMA dan SMK dan pendidikan khusus menjadi kewengan Pemerintah Provinsi. Provinsi adalah daerah otonom yang memiliki kewenangan dan dapat berkontribusi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan permasalahan dan potensi yang ada di daerah tersebut.

Kurikulum yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat lebih bermuatan dan bernuansa akademik dan miskin muatan life skills, sehingga kurang bermanfaat bagi kehidupan siswa. Pemerintah daerah dapat mengembangkan kurikulum berbasis kecakapan hidup berbasis wilayah atau daerah yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan wilayah provinsi (Suryadi & Arriffan, 2019).

Pademi covid 19 menjadi momentum bagi Pemerintah Provinsi Banten, untuk mengembangkan kurikulum kecakapan hidup berbasis daerah. Kurikulum kecakapan hidup yang dimaksud bukan pelajaran muatan lokal, karena hal tersebut belum mewakili Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom. Kurikulum kecakapan hidup atas dasar kebijakan daerah untuk membekali peserta didik mengatasi permasalahan yang dihadapi pasca covid 19, sehingga pendidikan dapat menjadi bagian untuk menyelesaikan masalah daerah dan mengembangkan potensi daerah.

Pengembangan kurikulum berbasis kecakapan hidup dapat dimasukan ke hampir semua mata pelajaran. Pengembangan kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik pasca covid 19, perlu dilakukan dengan bekal kecakapan hidup yang diperlukan agar ketika mereka lulus dapat melanjutkan pendidikan dan atau menemukan pekerjaan untuk kehidupan yang lebih baik. Kecakapan hidup dalam kurikulum juga membekali peserta didik dengan keterampilan dan kemampuan untuk mengelola potensi yang ada di sekitar mereka, yang bisa dikembangkan. 

Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Metode pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh dalam jaringan/online (online) menggunakan gawai (gadget) maupun laptop melalui beberapa portal dan aplikasi pembelajaran daring. Pembelajaran Jarak Jauh di luar jaringan/online (Luring). Menggunakan televisi, radio. Modul belajar mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak, alat peraga dan media belajar dari benda dari lingkungan sekitar (Kemendikbud, 2020).

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru bisa dilakukan melalui video conference, digital dokumen, serta sarana pembelajaran daring, baik yang diselenggarakan oleh Kementerian seperti rumah belajar maupun aplikasi pembelajaran yang dibangun oleh pihak swasta, sepanjang tidak memberatkan peserta didik.

Handphone, pulsa dan atau kuota internet banyak digunakan sebagai sarana dan prasana utama pembelajaran daring. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diperbolehkan untuk dipakai membeli pulsa, untuk membantu peserta didik yang kesulitan membeli kuota internet. Sampai Agustus, ketika belum ada tanda-tanda pandemi covid 19 akan berakhir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah Provinsi Banten pun akan memberikan bantuan serupa; bagi-bagi pulsa untuk semua peserta didik.

Bantuan pulsa memang kebijakan yang tepat untuk membantu kesulitan peserta didik dalam kuota internet dan hal tersebut sesuai dengan amanat konstitusi, bahwa setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mengakses pendidikan, namun, hal tersebut masih menyisakan persoalan; bagaimana dengan peserta didik yang tidak memiliki handphone serta tinggal di daerah dengan jaringan internet yang terbatas.

Kebijakan pemberian pulsa oleh kementrian dan pemerintah daerah menunjukan bahwa koordinasi kebijakan yang tumpang tindih, sebab ada hal lain yang ditinggalkan. Pemerintah Provinsi, sebaiknya fokus pada pembangunan untuk membuka akses jaringan internet yang masih bermasalah atau memberi fasilitas perangkat pendukung seperti handpone bagi peserta yang tidak memiliki.

Terkait dengan ketersediaan sarana dan prasana pembelajaran pasca covid 19, selain memanfaatkan yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat, dengan mensosialisasikan sarana dan prasarana seperti rumah belajar, Pemerintah Provinsi juga bisa mengembangkan aplikasi pembelajaran yang berisi konten lokal serta lebih memudahkan guru dan murid untuk memanfaatkannya.

Pemerintah Provinsi juga bisa mengembangkan bahan dan media pembelajaran seperti RPP, modul, buku paket dan buku referensi pembelajaran berbasis permasalahan dan potensi yang ada di Banten pasca covid 19, yang diterbitkan secara digital maupun cetak.

Kualitas Guru

Guru adalah faktor yang tidak dapat digantikan oleh faktor apa pun untuk mendorong proses pendidikan yang unggul. Kim (2014) seperti dikutip oleh Ace dan Deden mengatakan “the quality of education cannot exceed the quality of teacher, pendapat itu menguatkan proposisi M.G Fullan (1992) dua dasawarsa sebelumnya yang menyatakan bahwa…”transformasi pendidikan sangat tergantung dengan apa yang dipikirkan dan diperkuat oleh guru” (Suryadi & Arriffan, 2019)

Pada saat pandemi covid 19 atau pun sebelum terjadi covid 19 serta di masa yang akan datang, posisi guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas tidak bisa digantikan. Guru yang berkualitas adalah tenaga pendidik yang memiliki mutu kompetensi yang dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Kompetensi guru didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan serta proses belajar terus menerus untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Berdasarkan evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dikeluarkan Agustus 2020, kendala yang dihadapi guru antara lain: guru kesulitan mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Waktu pembelajaran berkurang sehingga tidak mungkin mempengaruhi jam mengajar serta guru kesulitan komunikasi dengan orang tua sebagai mitra di rumah.

Pada saat pandemi covid 19, kebanyakan guru dalam proses pembelajaran daring atau luring memanfaatkan whatshApp. Menggunakan aplikasi whatshApp dalam proses pembelajaran memang tidak disalahkan, namun, kalau hanya memanfaatkan aplikasi whatshApp tanpa dipadukan dengan aplikasi yang lain seperti; google class room, zoom, pemanfaatan youtube, serta sejumlah aplikasi pembelajaran, proses pembelajaran lama-lama membosankan. Guru harus mengembangkan kemampuan memanfaatkan dan memadukan aplikasi pembelajaran.

Sebagai salah satu upaya meminimalisir kejenuhan peserta didik yang disebabkan oleh penerapan pembelajaran konvensional yang monoton dan terbatasnya interaksi selama belajar para pendidik dapat menerapkan model pembelajaran inovatif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan antara lain: Model Discovery Learning, Model Flipped Clasroom, Model Project Based Learning, Model Blended Learning, Model Berbasis Game, Model Self Organized Learning Environmental. (Belajar, 2020)

Bahan dan media pembelajaran seperti modul, video, buku digital, banyak yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Para guru dapat memilih dan mengembangkan media dan bahan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Persoalannya, kemampuan guru dalam pengembangan media dan bahan ajar masih perlu ditingkatkan kembali.

Walau pun pemanfaatan teknologi pembelajaran sering disebut-sebut meningkat namun masih banyak guru yang memanfaatkan teknologi dengan sangat minim, banyak berpasrah diri agar covid 19 segera berakhir dibanding berusaha mencari pintu lain, sebagai jalan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan guru memanfaatkan teknologi pembelajaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memfasilitasi pelatihan berbasis online  pembelajaran berbasis TIK atau dikenal dengan PembaTIK, yang merupakan Program Kompotensi TIK guru yang mengacu pada kerangka kerja peningkatan kompetensi TIK guru UNESCO, yang terdiri dari empat level, yaitu level literasi, implementasi, kreasi dan berbagi.

Pemerintah Provinsi Banten dapat berkolaborasi dengan mendorong banyak guru untuk memanfaatkan pelatihan pembelajaran berbasis TIK. Pemerintah Provinsi Banten juga dapat menambah atau menyelenggarakan pelatihan berbasis TIK, yang disesuaikan dengan kebutuhan para guru dalam kemampuan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.

Pemerintah Provinsi Banten dapat memfasilitasi para guru untuk mengembangkan bahan serta media pembelajaran, seperti pelatihan membuat modul pembelajaran inovatif. Pemerintah Provinsi Banten dapat mengembangkan praktek pembelajaran inovatif, dengan mensosialisasikan praktek baik pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Melalui pengawas sekolah, pemerintah Provinsi dapat mendampingi para guru untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar.      

Kolaborasi Meningkatkan Kualitas

Ketika menyusun kebijakan, harus berdasarkan riset yang mendalam untuk mengetahui permasalahan pendidikan. Temuan penelitian dapat didiskusikan dengan pemangku kepentingan seperti orang tua, organisasi dan kelompok kerja guru, dunia industri serta DPRD Provinsi Banten, Perguruan Tinggi seperti Untirta, UIN, serta Universitas dan Perguruan Tinggi yang tersebar di Banten, perwakilan organisasi non pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Pendidikan pasca covid 19 dapat membuat kualitas pendidikan menurun sehingga mengancam masa depan peserta didik dan juga berbahaya bagi daerah mengganggu secara nasional, namun kenyataan itu juga menyadarkan kita bahwa ada banyak persoalan dari dunia pendidikan yang harus segera diselesaikan, melalui kebijakan yang profesional yang lebih mengedepankan riset yang mendalam dengan meminimalisir tarik menarik kepentingan politik, persoalan pendidikan dapat terurai.

 

Sumber Referensi

Belajar, R. (2020). Panduan Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Dalam BDR Yang Memanfaatkan Rumah Belajar. Pusat Informasi dan Teknologi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. (2020). PEDOMAN PELAKSANAAN BELAJAR DARI COVID-19 RUMAH SELAMA DARURAT BENCANA DI INDONESIA Surat. 15.

SE Nomor 4 Tahun 2020. (2020).

Suryadi, A., & Arriffan, D. E. (2019). Membangun Meritokrasi Pendidikan Indonesia. Esensi Penerbit Erlangga.

UNESCO. (2013). UNESCO Handbook on Education Policy Analysis and Programming. UNESCO Bangkok.

 

Catatan: tulisan ditulis oleh Ginanjar Hambali, September 2020. Dimuat dalam buku antologi, Dua Dasawarsa Provinsi Banten, Untirta Press. 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketenagakerjaan, Tenaga Kerja, dan Kesempatan Kerja

Guru di Mata Murid

Dipenjara 14 Tahun Tanpa Proses Pengadilan